
"Cabai itu tanaman yang rentan terhadap air, jadi kita buat rumah kecil atau besar yang menggunakan atap plastik sehingga penanaman cabai tetap dilakukan walaupun musim hujan," kata Dosen Agronomi dan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Sobir kepada detikFinance, Kamis (18/7/2013).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan memang sempat memanggil dua profesor Institut Pertanian Bogor (IPB) yaitu Dr M. Sukur dan Dr Sobir. Pemanggilan kedua profesor itu untuk mendiskusikan peluang BUMN untuk menanam cabai dengan menggunakan teknologi melalui Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K).
Sementara itu, dosen IPB lainnya M. Sukur menjelaskan teknologi yang ditawarkan IPB kepada Dahlan Iskan adalah penanaman cabai berbasis rumah atap (green house). Cara ini dilakukan agar penanaman cabai tetap dilakukan walaupun musim hujan (off season).
Untuk menerapkan sistem ini, dikatakan Sukur memang membutuhkan investasi yang cukup besar. Contohnya satu rumah kecil (green house) berukuran panjang 10-15 meter dengan lebar 5 meter membutuhkan dana hingga Rp 150 juta.
"Investasi dengan ukuran rumah itu bisa sampai Rp 150 juta. Namun dengan ukuran rumah itu bisa ditanam 600 tanaman cabai. Setiap tanaman akan menghasilkan 1 kg cabai dengan masa panen setiap minggunya," tuturnya.
Teknologi ini sudah dilakukan di beberapa negara maju seperti Belanda. Penanaman dengan menggunakan sistem ini juga akan mengurangi serangan penyakit pada cabai.
Namun selama ini Indonesia kekurangan 30% kebutuhan cabai di waktu-waktu tertentu saat tak ada panen raya. Padahal produksi cabai di Indonesia lebih besar daripada konsumsi cabai tiap tahunnya.
"Kita kekurangan suplai cabai di waktu tertentu sebesar 30%. Walaupun tingkat konsumsi kita jauh lebih rendah dibandingkan produksi. Produksi kita setiap tahun 1,4 juta ton sedangkan konsumsi hanya 1,2 juta ton. Jadi sebenarnya cukup," jelas Sukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar